RAGAM INFORMASI

TENTANG DUNIA PERSAPIAN

Teguh Boediyana, Tokoh Pembela Peternak Yang Mirip Sekali Dengan Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia

Siapa yang tidak mengenal Bung Karno penyambung lidah rakyat indonesia?  Jika suatu saat anda bertemu dengan sosok berseragam lengkap mirip presiden pertama Republik Indonesia tersebut, dapat dipastikan bahwa beliau adalah Teguh Boediyana.

Teguh Boediyana adalah satu dari sekian banyak tokoh yang membela nasib peternak sapi sejak masih muda. Bahkan, saat menjabat sebagai Kepala Biro Humas Depkop, secara terang-terangan Teguh berani menentang rencana Menteri Koperasi Adi Sasono untuk mengimpor daging murah dari India yang tidak bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Tak lama kemudian Teguh langsung dicopot dari jabatannya. Namun pria alumnus Arizona State University ini menganggap bahwa keputusan tersebut adalah hak penuh Menteri Koperasi, bukan karena pembangkangannya. Terbukti mereka berdua tetap menjalin hubungan dengan baik walaupun sudah tidak satu "perahu".

teguh boediyana bung karnoMenurut pria yanggemar memakai peci hitam, jas berwarna hitam dan tongkat ala Bung Karno penyambung lidah rakyat indonesia ini, usaha untuk memasukan daging sapi dari negara yang tidak bebas PMK memang sudah lama dilakukan oleh beberapa pengusaha swasta, melalui lobi kepada para pemegang jabatan publik. Namun, pria yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) ini  tidak mau menyalahkan pihak swasta yang berhasil melobi pemerintah untuk bisa menggolkan tujuannya tersebut.

Teguh lebih menyoroti komitmen para pejabat negara memegang amanah, apakah mampu berpikir lebih luas, dapat melihat permasalahan dari berbagai sisi, dan tak mudah bergeming karena berbagai alasan. Karena hal itulah yang dibutuhkan oleh rakyat. Bukan seperti para petinggi Departeman Pertanian, yang menggunakan dalih praktek monopoli untuk melegalkan impor daging yang tidak bebas PMK.

Dengan menganut sistem country base yang hingga saat ini terus diperjuangkan, misalkan ada 60 negara yang bebas PMK, berarti 60 negara ini punya peluang masuk ke Indonesia. Kalau pun hanya ada 4 negara saja yang masuk, itu bukanlah monopoli. Melainkan hanya masalah bisnis, selama harganya kompetitif maka tidak akan ada masalah.

Kekhawatiran Teguh akan masuknya virus PMK kembali ke Indonesia cukup beralasan. Bertolak dari kondisi para peternak kita yang rata-rata hanya memiliki 2 ekor sapi saja dengan total populasi 14 juta ekor. Tidak seperti di Brasil yang memiliki 200 juta ekor ternak sapi. Kehilangan 1 ekor sapi yang mati, dampaknya sangat luar biasa. Karena ternak sapi bagi peternak tradisional Indonesia adalah harta berharga yang berfungsi seperti tabungan keluarga.

Bayangkan jika kematian itu terjadi akibat wabah PMK ?. Apalagi berdasarkan rekomendasi Tim Analisis Risiko Independen (TARI), Indonesia harus membenahi berbagai hal menghadapi kemungkinan masuknya kembali virus PMK seiring pembukaan pintu, “Selamat Datang Daging Sapi dari Negara Tidak Bebas PMK”.

Pendapat dari sosok yang kerap disapa dengan sebutan Bung Karno penyambung lidah rakyat indonesia KW ini, semestinya Menteri Pertanian berkewajiban melindungi para peternak di dalam negeri, salah satunya melalui program Swasembada. Oleh sebab itu, pemerintah harus menempatkan swasembada sebagai suatu obsesi, yang dicapai melalui langkah konkret dan realistis. Tumpuan utamanya adalah memanfaatkan sumber bibit yang potensial di dalam negeri. Selain lebih murah juga keberadaannya sudah pasti. Sumber yang dimaksudnya adalah sapi betina yang disiapkan peternak.

Selain itu Pemerintah juga harus mencegah adanya pemotongan sapi-sapi betina produktif, yang angkanya menurut dirjen peternakan, mencapai sekitar 200 ribu ekor per tahun. Jika pemerintah bisa menyelamatkannya, akan menjadi potensi yang luar biasa. Karena, dalam waktu lima tahun saja  akan ada penambahan populasi sekitar 1 juta ekor. Asumsinya, dari 200 ribu ekor yang terselamatkan berpeluang menghasilkan sekitar 800 ribu ekor. Sebab sapi-sapi ini bisa beranak 4 - 5 kali.

Memang ada risiko yang harus ditanggung, yaitu kekurangan pasokan daging yang selama ini didapatkan dari sapi betina produktif tersebut. Kompensasinya adalah mengimpor daging sehat dari negara yang sudah bebas PMK yang sifatnya darurat (sementara) sampai swasembada berhasil.

Nama Lengkap   :   Teguh Boediyana
Pekerjaan   :   Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM

Riwayat Pendidikan

1966 - 1969   : SMA Negeri 1 Purbalingga
1970 - 1977  :  S1 Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Riwayat Organisasi

 1974 - 1976    :   Ketua Komisariat  Dewan  Mahasiswa  Fak. peternakan  UGM
 1974 - 1976  :  Anggota  Majelis  Mahasiswa  UGM
 1978 - 1980  :  Manajer Operasional Taurus Dairy Farm Sukabumi
 1978 - 1982  :  Anggota Tim Teknis Pengembangan Persusuan Nasional
 1982 - 1984  :  Staf Ditjen Koperasi Deperdagkop
 1984 - 1988  :  Kasie Ternak Besar di Ditjen Binus Koperasi, Dep Kop
 1984 - 1993  :  Anggota Redaksi Majalah PIP
 1991 - 1993  :  Kasubdit Administrasi Tatalaksana Kop. Ditjen BLK
 1993 - 1994  :  Kapuslitbang Koperasi Dep. Koperasi & PPK
 1994 - 1995  :  Direktur Bina Kop. Perikanan & Peternakan Dep. Kop. & PPK
 1995 - 1998  :  Direktur Bina Kop. Perikanan & Peternakan Dep. Kop. & PPK
 1994 - 1999  :  Pemimpin Umum Majalah Buletin Koperasi
 1994 - 2009  :  Sekretaris Jenderal PPSKI
 2001 - 2004  :  Direktur Eksekutif Pengurus Pusat KAGAMA
 2004 - 2009  :  Tenaga Ahli Tim Kemitraan Di Bogasari Flour Mills
 2003 - 2009  :  Direktur Eksekutif APFINDO
 2007 - Sekarang  :  Ketua Dewan Persusuan Nasional
 2009 - Sekarang  :  Ketua Umum PPSKI
 2010 - Sekarang  :  Koordinator Majelis Pakar DEKOPIN

Memilih Model Kandang Sapi Perah Yang Cocok Dengan Cuaca Di Indonesia

Akhir-akhir ini, cuaca di Indonesia semakin gerah. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi tersebut secara meteorologis disebabkan suhu udara yang meningkat disertai dengan kelembapan udara yang tinggi. Berdasarkan pencatatan meteorologis yang dilakukan BMKG, suhu tertinggi terjadi di Sentani, Papua. Baca selengkapnya...

Rahasia Merawat Sapi Perah agar Menghasilkan Susu Murni Kualitas Terbaik

Sapi, walaupun jenisnya sama, ternyata bisa menghasilkan susu murni dengan kualitas yang berbeda beda. Ada yang menghasilkan susu kualitas nomor satu, sementara yang lain menghasillkan susu sapi dengan kualitas standar saja. Kualitas susu sapi tak melulu bergantung pada jenis sapi perahnya saja melainkan juga bagaimana cara merawatnya. Baca selengkapnya...

Berapa Jumlah Pakan Yang Harus Diberikan Untuk Sapi Dengan Berat 200 Kg?

Seorang peternak sapi wajib mengetahui jenis pakan sapi potong ternak yang paling tepat, tidak hanya dari segi harga, tapi juga bisa menghitung nutrisi dengan mempertimbangkan kebutuhan dari ternak yang dipeliharanya. Empat kunci penting dalam menyusun ransum ternak, yaitu bahan bakunya mudah diperoleh, bahan pakan bervariasi, disukai oleh ternak, dan harganya juga terjangkau. Baca selengkapnya...

Membangun Kandang Sapi Sederhana Untuk Peternak Pemula

Jika Anda ingin memulai bisnis peternakan sapi, hal pertama yang harus disiapkan adalah kandang yang sesuai dengan jenis ternak dan anggarannya. Kandang untuk jenis sapi potong berbeda dengan kandang untuk sapi perah. Sedangkan anggaran biaya untuk pembuatan kandang sangat tergantung pada jenis materialnya. Baca selengkapnya...

Perbandingan Harga Sapi Limosin dan Simental, Mana Yang Lebih Mahal?

Di Indonesia ada 2 jenis sapi yang sangat populer karena performa dan bobotnya yaitu sapi Simental dan sapi Limosin. Tampilan kedua jenis sapi ini memang terlihat lebih gempal dan bongsor jika dibandingkan dengan sapi lokal, sehingga ‘menggoda’ mata para pedagang daging dan pemburu hewan kurban. Baca selengkapnya...
  • Bali Cattle National Asset that Needs to be Preserved

    The government needs to increase the population and productivity of Bali cattle, a national asset other countries do not have, an expert has said. The Bogor Agricultural Institute’s (IPB) animal husbandry professor Ronny Rachman Noor said on Thursday that Bali cattle had often been undervalued by the government because they were local livestock.